Ini adalah
kisah tentang aku. Yang terdiam pasif menunggu ajal. Leluhurku mendahuluiku.
Teman-teman ku, sebagian dari mereka bernasib sama dengan ku dan sebagian lagi
entahlah. Kalian juga tahu mereka kemana. Tenang, kali ini aku tidak
menyalahkan mu. Generasi ku, ya mereka
akan bernasib sama dengan kisah-kisah kami yang seperti itu. Tidak ada yang
mampu merubahnya. Keputus asaan selalu terwariskan dengan pilu.
Semua hanya
memeras ku. Mentang-mentang aku bisu, kalian mengacuhkan ku. Aku ingin didengar
seperti kalian ingin didengar. Dimengerti seperti kalian yang ingin dimengerti.
Pahamkah kalian dengan itu semua ? Ah, benar aku lupa. Kalian memang buta dan
tuli. Kali ini aku berkata jujur.
Kalian
membiarkan aku terbakar, mati kelaparan, kehausan, dan tak memiliki tempat
tinggal. Berapa hektar yang kalian sisakan agar aku mampu bertahan hidup ? tidak
ada kan. Dirikan saja gedung sesuai kehendak mu, acuhkan aku yang selalu
menyediakan oksigen untukmu bernafas. Biarkan aku musnah dan kau mati sesak.
Adil bukan. Kamu membunuhku, dan aku membunuh mu secara perlahan.
Racuni saja
setiap sudut udara mu dengan asap-asap yang tak mampu ku hisap. Silahkan, aku
tidak akan melarang. Bahkan kau tahu aku
bisu. Keserakahan mu menikammu. Sadarkah wahai kamu ? Ah, sekali lagi aku lupa.
Kalian buta kalian tuli.
Segelintir
diantara kamu mendaki rumahku. Kamu tinggalkan sampah-sampah dan mengotorinya.
Dimana akal sehat mu. Bandingkan jika kamu jadi aku. Sanggupkah kamu untuk
tetap diam dan mengeluh ? Stop, buang saja semua alasan mu. Karena bagimu aku
hanya makhluk bisu.
Silahkan saja
racuni tanah ku.Sumber makan ku. Tapi jangan salahkan aku jika kelak ada
bencana mendatangi mu. Jangan berlari hey. Aku tidak pernah berlari saat kau bunuh.
Jangan bersedih, aku pun tidak pernah bersedih saat satu persatu warisan pilu membungkamku.
Aku bisu kamu ingat itu. Kamu tahu itu.
Kamu. Makhluk
tuhan yang lebih dari sempurna diatas segalanya. Mengatas namakan hak dengan
menikam hak. Pantaskah ? Apa daya aku memang tak sempurna dan tak berhak.
Kamu. Tolong
lindungi aku beberapa dekade lagi. Beberapa abad lagi. Aku ingin melihat siapa
pasangan hidupmu, berapa anak mu, siapa cucumu. Aku ingin menjadi saksi bisu bahwa
kamu pernah ada di muka bumi ini. Aku ingin tetap ada menemani generasi mu
hingga batas waktu yang tuhan berikan usai. Kumohon dengarkan aku, lindungi
aku. Aku.
Aku tidak
menuntut apa pun. Sadarku, aku tak berhak menuntutmu. Aku hanya mengemis
padamu. Saat aku yang bisu ini ingin berbicara dengan mu. Biarkan tanah ku
subur. Biarkan polusi mu mampu ku hisap dengan seimbang. Ku mohon ini demi
rumah mu, demi rumah kita. Demi apa yang akan kita pijak esok hari. Bumi.
Jika kamu tak
sanggup. Ya aku tidak memaksa. Silahkan saja. Semuanya biarkan sirna. Mimpi
yang ini dan itu, biarkan menjauh pergi. Tunggulah kehancuran dari segala
kehancuran. Yang tersisah nanti hanya ingatan aku hanyalah makhluk bisu.
Ketika lapisan
ozon menipis, ketika badai dimana-mana, pemanasan global, gunung es mencair, gempa
bumi, gunung meletus, tsunami. Silahkan, aku hanya makhluk bisu. Aku bukan
apa-apa. Namun, jika nanti terjdi apa-apa. Tolong ingat tulisan ini. Bahwa aku
pernah berbicara dengan mu untuk tetap dan memohon untuk melindungi ku.
Bisa apa aku,
aku hanya ingin berbicara dengan mu. Tapi aku tahu aku hanyalah makhluk bisu.
Tapi kamu, memiliki segalanya yang tak aku miliki.
Sekali lagi,
jika nanti terjadi apa-apa. Ingatlah aku pernah berusaha berbicara dengan mu
lewat torehan ini.
Catatan
terakhir ku :
“Tuhan aku
kecewa namun aku bahagia aku berguna”. Terimakasih. Ini kisah ku yang ingin
berbicara dengan mu. Kisah pohon.
Komentar
Posting Komentar